LAHIRNYA JARINGAN ISLAM TRADISIONAL



Oleh: Khoirul Taqwim

 

JIT (Jaringan Islam Tradisioanal) merupakan wadah kearifan budaya lokal dalam menyikapi kehidupan masyarakat, jadi pandangan JIT terhadap masyarakat tradisional sudah sejalan dengan masyarakat pribumi sejak zaman dahulu kala. dengan konsep tepa selira ( tenggang rasa ) sebagai jalan menciptakan kerukunan antar umat beragama.

 

Terjadinya peperangan antar agama atau antar keyakinan disebabkan adanya ajaran luar yang dipaksakan melalui pembenaran diri tanpa melihat jati diri masyarakat pribumi, untuk itu solusi tentang peyakit masyarakat tidak serta merta mengambil dari bangsa barat maupun bangsa lain.

 

Sejarah sudah menunjukkan bahwa bangsa barat tidak ada itikad baik untuk melakukan perubahan yang konstruk, malah yang terjadi destruktif dalam kehidupan masyarakat. untuk itu JIT (aringan islam tradisional) lahir sebagai wadah memfilter pemikiran barat yang cenderung sampah yang dimasukkan lewat dunia campus (pendidikan) maupun dalam kehidupan masyarakat pribumi (nyata), apalagi liberal yang mengedepankan nilai-nilai ekspansi yang jelas bertentangan dengan masyarakat tradisional.


Liberal mengatakan dia membela minoritas, tetapi minoritas yang dibela adalah masyarakat kapitalis dan masyarakat yang menganggap rendah tradisi pribumi, sebagai masyarakat pribumi sangat menolak pemikiran yang menyudutkan budaya masyarakat pribumi, dan pemikiran Liberal ala barat yang sudah jelas tidak sesuai dengan jati diri masyarakat tradisional (pribumi), merekapun menganggap bahwa masyarakat pribumi yang tidak sesuai dengan pemikiran mereka dianggap mempunyai pola pikir konservatif (kolot ), mereka mencoba meluruskan pemikiran kolot tersebut yang seolah-olah mereka sebagai hakim yang menganggap masyarakat konservatif bersalah dan perlu diluruskan melalui pemikiran mereka, tentu ini menyalahi kebhinekaan yang di bangun bangsa pribumi yang menghargai pendapat orang lain atau mengakui keberadaan kelompok tertentu. Jadi Liberal menganggap bahwa idiologi yang berseberangan dengan dirinya di anggap sebagai pemahaman Konservatif dan Fundamentalis.

 

Yusuf awaluddin memaparkan tentang Masyarakat tradisional dianggap penghambat bagi kemajuan peradaban manusia, khususnya bagi orang Barat dan antek-anteknya. Oleh karena itu masyarakat tradisional harus ditertibkan pola fikirnya mengikuti pola fikir mereka. Sebagai pintu gerbangnya pendidikan telah dijadikan jalur utama untuk menata pola fikir yang sesuai dengan kehendak mereka. Hal itu sebenarnya tidak masalah jika dilandasi dgn semangat kebersamaan dan keadilan. Alih-alih keadilan justru masyarakat tradisional hanya diberikan ilmu pengetahuan sampah, yang dinegaranya sendiri tidak dipakai. Liberarisme, modernisme dan masih banyak lagi ilmu-ilmu sampah yang dibuang di negera kita ini. Lebih parahnya lagi, tujuan mereka hanyalah untuk maling kekayaan SDA kita seraya menjinakan masyarakatnya dgn memberikan terlebih dahulu sampah-sampah ilmu pengetahuan.

 

Sedangkan menurut Revo Jaringan Islam liberal merupakan simbol peradaban barat (imperialisme) yang di gaungkan di negeri kita ( ulil absar abdalla), padahal gerakan JIL tidak sesuai dengan peradaban masyarakat kita yang lebih manusiawi dibanding para liberal, untuk itu Jaringan Islam tradisional dengan segenap pemikiran dan jiwa berupaya menggali dari daerah kita sendiri di banding dari bangsa penjajah.

 

Liberal adalah bentuk penjajahan budaya dan yang lebih menakutkan bentuk penjajahan ekonomi yang lebih mengarah menuju gerakan kapitalisme, inilah yang di bangun masyarakat liberal dalam menancapkan idiologi di indonesia.


Sehingga masyarakat desa pojok-pojok kota tersingkirkan oleh paham liberal, lebih jelasnya jadi korban liberal, untuk itu JIT (jaringan islam Tradisional) berupaya melawan gerakan JIL di negeri kita.

 

Menurut Shalauddin Nusantara Masyarakat tradisional saatnya melakukan suatu gerakan yang lebih memasyarakat (membumi), karena kita tahu aliran Islam yang ada saat ini (JIL), cenderung lupa jati dirinya sendiri, yang malah keterlaluan mengaku diri seorang liberal, padahal dia lahir dari masyarakat timur yang cenderung tradisional, tentu ini menyalahi jati dirinya, sebagai masyarkat yang seharusnya memperkaya diri lewat budaya yang di gariskan sejak dulu kala, malah dia mengadopsi pemikiran barat yang jelas berseberangan dengan pemikiran jati diri bangsa. Kita semua tahu sejarah VOC dengan sistem liberal (kapitalisme) melakukan penjajahan, inilah suatu bukti bahwa bahwa barat adalah bangsa penjajah masyarakat pribumi. Dengan mengambil konsep Liberal, berarti mendukung adanya penjajahan bangsanya sendiri, apalagi Liberal di kaitkan agama, tentu akan menjadi rusaknya esensi agama, khususnya agama yang dianut masyarakat tradisional, jadi siapa yang mengingkari tradisi kelahiran, berarti dia telah hidup di dua lingkaran, jasad pribumi, tetapi pikirannya menjadi penjajah tradisinya sendiri. Kaitan Liberal dengan penjajahan sangat berkaitan, sebab liberal itu sendiri lahir dari bangsa penjajah, inilah yang mengakibatkan rusaknya msayarakat pribumi, baik dari segi sosial, budaya, maupun ekonomi, tentu sungguh ironis keadaan masyarakat pribumi yang menjadi korban liberalisasi yang berujung sistem kapitalisme.

 

Bahkan Yusuf awaluddin dalam pemaparannya mengatakan JIL skrg maju salah mundur apalagi, kesalahan terbesarnya ada pada label LIBERAL itu sendiri. sudah jelas-jelas Wapres boediono yg tidak pernah mengaku neoliberal saja namanya sudah rusak gara-gara diklaim sebagai neo-liberal, tetapi jaringan Islam liberal malah mengaku diri seorang liberal, Tetapi mereka sudah terlambat apabila ingin mundur.

 

Liberal ditolak oleh Jaringan Islam Tradisional karena sudah mengarah kewilayah politik, sosial dan budaya, apalagi masuk kewilayah ekonomi yang sudah dipastikan akan terjadi ekspansi ekonomi kapitalis, siapa yang paling kuat dia akan memenangkan pertarungan ekonomi dan menindas masyarakat yang lemah (terjadi hukum rimba). Tentu ironis apabila paham tersebut terus berkembang dan meluas di negeri kita, pasti masyarakat pribumi akan menjadi tumbal dari gerakan Liberal.

 

Jaringan Islam Liberal melalui pendekatan agama yang seolah2 memberikan angin segar (keselamatan) ternyata mereka hanya membawa kabar kebohongan besar, sebab mereka sendiri menolak ide yang diakuinya sendiri seperti Pluralitas (keberagaman), dengan menghakimi kelompok-kelompok tradisional yang di anggap konservatif dan kelompok-kelompok yang masih percaya mitologi (mistik), mereka mencoba mengahakimi tanpa melihat keberagaman yang terjadi di tengah-tengah kehidupan masyarakat pribumi,  jadi JIL tidak mengakui keberadaan kelompok yang tidak sesuai dengan kepentingannya, tentu itu bertentangan dengan budaya pribumi yang mengedepankan salaing menghargai dan menghormati kelompok-kelompok tertentu.

 

Sedangkan JIT (jaringan Islam Tradisional) lebih arif dalam menyikapi masyarakat yang dianggap JIL sebagai penghambat kemajuan, karena bagaimanapun masyarakat tersebut bagian dari tradisi masyarakat pribumi, itu merupakan perwujudan cara kita menghargai khazanah budaya dan kepercayaan sebagian masyarakat yang mempercayai adanya mitologi (mistik), dan itu merupakan suatu wujud cara kita menghargai sesama manusia, bukan malah menghakimi dan berupaya meluruskan pola pikir mereka yang tidak sesuai dengan kepentingan JIL, sehingga seolah-olah JIL sebagai juru penyelamat, padahal itu merupakan pengingkaran atas kelompok lain, yaitu mengingkari kebhinekaan (keberagaman) masyarakat, bahwa masyarakat tercipta dengan berbeda-beda dalam memahami segala sesuatu lewat jiwa maupun pikiran.

 

Jaringan Islam liberal mengakibatkan adanya kebebasan individu tanpa melihat norma-norma pribumi yang ada dalam kehidupan masyarakat, dalam artian paham liberal secara nyata telah dirasakan masyarakat desa dan pinggir2 kota sebagai korban yang termarginalkan dari paham liberal tersebut, sehingga kemiskinan merajalela dengan adanya liberalisasi dalam kehidupan masyarakat, untuk itulah itulah Jaringan Islam Tradisional lebih memilih menggali budaya dari pribumi sendiri di banding budaya liberal yang jelas-jelas lahir dari rumusan masyarakat barat yang ingin menjajah lewat budaya dan melalui pencucian otak kita yang dijejali dengan dalil-dalil modern.

 

Liberalisasi akan mengakibatkan eksploitasi sumber daya alam secara besar-besaran terhadap kekayaan yang dimiliki masyarakat pribumi, tentunya demi kepentingan masyarakat barat dan antek-anteknya. Dari Tulisan di atas sudah dapat dipastikan sangat merugikan masyarakat tradisional, apabila tidak segera dibendung melalui gerakan yang lebih mengedepankan kepentingan masyarakat pribumi.

 

Yusuf Awaluddin mengatakan Mabok metodologi, begitu julukan yang pas untuk kaum Liberal, seperti halnya para pendahulu mereka. Sekarang mereka (kaum liberal) sedang mabok hermeunetik. Kerancauan nalar mereka tdk terletak pada seperangkat paradigma yang mereka bawa dari luar. Akan tetapi kerancauan fikiran mereka terjadi akbat kekurangan data-data lapangan. Sehingga, ketika mereka berbicara konteks untuk menafsiri teks (selayaknya dlm hermenuetik) sebenarnya mereka telah berbohong, karena tak ada data yg mereka suguhkan. Untuk itulah teks harus dibenturkan dgn data2 lapangan (realitas empiris) sehingga agama bisa dipahami sebagai rahmatan lil alamin.

 

Kerancuan pemikiran  JIL membawa agama yang seharusnya sacral dalam ranah masyarakat tradisional, mereka malah menafsiri secara arogan pembenaran diri (kelompok JIL), tanpa mengakui eksistensi kelompok lain, dengan cara menghakimi kepercayaan pribumi yang bersifat mitologi atau konservatif, dan tidak mengindahkan nilai-nilai tepa selira (tenggang rasa) yang dianut masyarakat pribumi, seharusnya masyarakat tersebut di akui sebagai nilai-nilai kemanusiaan dalam kehidupan beragama, malah JIL ingin memberangus kepercayaan yang di anggap tidak sejalan dengan pemikiran mereka, tentu itu menyalahi konsep pluralitas yang diagungkan mereka sendiri.

 

Pokok-pokok terbentuknya JIT ( Jaringan Islam Tradisional ) :

 

1. JIT ( Jaringan Islam Tradisional ) merupakan suatu bentuk penolakan penjajahan Intelektual, Sosial Budaya, agama, Ekonomi dan segala bentuk penjajahan yang berkedok apapun, tanpa melihat jati diri masyarakat tradisional dan menolak adanya gerakan  penyeragaman lewat pemaksaan dan penghakiman terhadap masyarakat Pribumi.

 

2. JIT (  Jaringan Islam Tradisional ) tak lepas melihat kondisi masyarakat pribumi yang saat ini menjadi obyek perebutan ideologi bangsa barat maupun bangsa lain yang mencoba menjajah dengan pemaksaan dan penghakiman masyarakat pribumi, khususnya masyarakat tradisional.

 

3. JIT ( Jaringan Islam Tradisioanal ) sebagai simbol perlawanan masyarakat tradisional terhadap ketidak adilan dan menolak adanya pengingkaran keberagaman ditengah-tengah kehidupan masyarakat pribumi.

 

4. JIT ( Jaringan Islam Tradisional ) tak lepas dari putaran politik antara Liberal ala barat, dan Khilafah yang didengungkan ala Timur tengah, dan JIT memposisikan sebagai poros tengah antara paham Liberal dan Paham Khilafah.

 

5. JIT ( Jaringan Islam Tradisonal ) sebagai bentuk penolakan paham dari luar yang bersifat imperialisme, dan JIT  sebagai simbol masyarakat pribumi dalam menyikapi keberagaman (Kebhinekaan) di tengah-tengah kehidupan masyarakat dan sebagai simbol perlawanan terhadap Imperialisme (kolonialisme).

 

6. JIT ( Jaringan Islam Tradisional ) lahir sebagai Filter pemikiran luar yang berusaha masuk dalam Tradisi masyarakat, dan JIT menentang keras adanya pergeseran nilai-nilai budaya pribumi yang terus dirong-rong oleh sebagian Idiologi yang memaksakan diri masuk kewilayah masyarakat tradisional, tanpa melihat jati diri masyarakat pribumi, sebab JIT anti dengan budaya luar yang tidak sesuai dengan karakter bangsa, dan JIT sebagai penjaga karakter masyarakat pribumi yang saat ini telah dijajah oleh bangsa luar.

 

7. JIT ( Jaringan Islam Tradisional ) menolak adanya Liberalisme maupun isme-isme lain yang bertentangan dengan nilai-nilai kehidupan masyarakat pribumi.

 

8. JIT ( Jaringan Islam Tradisional ) sebagai wadah masyarakat menolak dengan tegas adanya pembunuhan karakter bangsa masyarakat pribumi.