Menangis, Menjerit, Bersedih TimNas di bantai 10-0 Tanpa Balas



Demam sepak bola mulai senyap perlahan disaat TimNas dibantai Bahrain 10-0 tanpa balas, menangis serentak para pecinta sepak bola atas kekalahan tim kesayangannya. Sungguh ini tamparan keras bagi para penggila bola Indonesia. Bahkan antara percaya dan tidak percaya, sehingga memunculkan sebuah pertanyaan, benarkah TimNas Indonesia dibantai 10-0? Kalau itu benar, terasa hati ini menjerit sekuat mungkin sebagai bentuk ketidak-puasan, tetapi apalah daya nasi sudah menjadi bubur, biarlah hari ini kalah, tetapi hari esok TimNas harus bangkit tegak tanpa ragu. Inilah harapan dari para pecinta sepak bola Indonesia.

Kegagalan TimNas Indonesia diajang Kualifikasi Pra-Piala Dunia 2014 dapat dijadikan pelajaran berharga bagi para pemain, agar TimNas kedepan mampu bangkit sebagai raja asia dalam dunia sepak bola, tentu dengan catatan TimNas harus lebih giat lagi berlatih, disiplin dan terus melakukan kegiatan positif demi kemajuan sepak bola Indonesia.

Lembaga PSSI sebagai wadah pemersatu dan pengelola sepak bola Indonesia, sudah semestinya melakukan pembinaan bibit unggul para pemain sepak bola muda, agar kedepan sepak bola Indonesia dapat lebih baik dibanding saat ini. Mengingat kekalahan TimNas Indonesia dengan skors 10-0 merupakan sejarah terburuk TimNas Indonesia dalam berlaga di level Internasional.

Kekalahan TimNas Indonesia dengan skors 10-0. Sungguh menyakitkan para pecinta sepak bola Indonesia, tetapi bagaimanapun juga, bahwa kekalahan tersebut dapat dijadikan sebuah makna pelajaran berharga, agar TimNas kedepan lebih baik dibanding saat ini, tentu semua melalui pembinaan dari PSSI sebagai wadah tertinggi dalam mengelola sepak bola Indonesia menuju lebih baik.

Memang harus diakui saat ini sepak bola Indonesia sedang mengalami upaya perubahan. Sehingga wajar PSSI masih dalam tahap menata sepak bola. Mengingat sepak bola Indonesia terpecah menjadi dua liga besar dengan sebutan ISL dan IPL. Perpecahan ini tentu sangat berpengaruh dalam membina sepak bola di Indonesia. Karena itu PSSI harus secepat mungkin menata liga sepak bola di bumi nusantara, agar tidak terjadi dualisme dalam kompetisi. Nah! ketegasan, keberanian dalam mengambil sikap PSSI sangat ditunggu, agar terjadi kompetisi di liga Indonesia yang sehat dan saling menjaga kebersamaan. Mengingat IPL dan ISL merupakan saudara sebangsa dan setanah air.

Keberadaan lembaga PSSI terus di hadapkan sejumlah persoalan, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Lepas dari permasalahan itu, tentu PSSI harus tetap membangun sepak bola Indonesia, agar mampu sejajar dilevel Asia. Bahkan harapan kedepan dari para pecinta sepak bola, agar TimNas mampu berbicara di ajang piala dunia. Inilah harapan besar dan tanggung jawab PSSI dalam membangun sepak bola Indonesia menuju lebih maju. Semoga kekalahan TimNas dengan skors 10-0 dapat melecut semangat para pemain lebih baik dalam menatap sepak bola Indonesia. Amiin.

Salam dari kami Jejaring sosial kiber (www.kitaberbagi.com)..........
......... ....

Subhanallah, Menyegarkan Lembaga STAN




Memahami dengan cermat sebuah pemberitaan diberbagai media massa atas kasus tindak korupsi Gayus dan Dhana, telah membuat kecewa masyarakat kepada lembaga STAN yang diharapkan mampu sebagai pejuang melawan kebobrokan birokrasi pemerintahan, tetapi ternyata sebagian Alumnus STAN malah tersangka kasus besar yang menghebohkan alam nusantara Indonesia. Sehingga dengan akbiat ulah oknum Alumnus lembaga kampus STAN membuat citra buruk departemen pemerintahan saat ini.

Kalau Kampus STAN sebagai salah satu pendidikan bagi para pelajar gratis, sudah semestinya disaat lulus dan menjadi PNS kejujuran dan amanah harus diletakkan dalam dada dan dijalankan sesuai dengan Nilai-nilai kemanusiaan, tentu tidak sebatas modal sebuah kecerdasan dan intelektual tinggi dalam bekerja, tetapi kejujuran dan amanah inilah yang harus dipegang dari para Alumnus STAN dalam menjalankan tugas sebagai pengabdi ditengah-tengah kehidupan masyarakat pada umumnya.

Dengan muncul kasus besar Gayus dan Gayus jilid 2 dalam melakukan tindak penyimpangan, sudah semestinya muncul sebuah pertanyaan. Masih adakah Alumnus STAN Yang jujur dan Amanah? pertanyaan sederhana ini yang bisa menjawab, tentu para Alumnus STAN itu sendiri. Karena mereka yang paham betul tentang dirinya dalam bekerja dilembaga birokrasi negara. Mengingat kasus tindak korupsi di negeri ini sudah menjadi penyakit kronis dalam tubuh bangsa Indonesia.

Muncul lagi sebuah pertanyaan yang tak terduga. Lebih banyak mana Alumnus STAN yang melakukan tindak korupsi dengan tidak melakukan penyimpangan dalam bekerja? Nah! ini perlu ada sebuah perenungan bagi Alumnus STAN. Apakah dalam bekerja dia benar sudah sesuai dengan kejujuran dan amanah atau malah mereka melakukan tindak penyimpangan pada saat menjalankan sebuah tugas pekerjaan di birokrasi pemerintahan? Para Alumnus STAN yang tertangkap dalam tindak penyimpangan masih dalam hitungan satu dan dua orang, tetapi tidak menutup kemungkinan masih banyak mereka yang belum tertangkap dalam melakukan sebuah penyimpangan. Mengingat korupsi jaringan di lembaga pemerintahan sudah begitu parah dan penyakit tindak penyimpangan sudah menyebar menjadi penyakit kanker yang sangat mematikan.

Penyimpangan di Indonesia sebagian besar tidak hanya sebatas gerak individu. Namun sudah mewabah dan bukan menjadi rahasia umum, bahwa mereka melakukan tindak penyimpangan secara berjama'ah dalam suatu lembaga kenegaraan. Inilah penyakit birokrasi pemerintahan di Indonesia yang harus segera dibersihkan, apabila bangsa Indonesia tetap ingin tegak berdiri sebagai negara yang berwibawa dalam menegakkan hukum dan keadilan.

Harapan besar masyarakat terhadap lembaga STAN saat ini. Bahwa lembaga STAN harus mengajarkan tentang makna kejujuran dan amanah kepada para mahasiswa dalam menjalankan sebuah tugas kenegaraan, agar kedepan lembaga STAN tidak menelurkan kembali para Alumnus penyimpang tindak korupsi, seperti para pendahulu mereka dengan nama Gayus, Gayus jilid 2 dan jangan sampai lagi terjadi gayus jilid empat, lima, enam dan seterusnya. Dan Semoga lembaga STAN tidak menelurkan kembali para koruptor sekelas Gayus dan para Gayus lainnya. Amiin...

Salam dari kami Jejaring sosial kiber (www.kitaberbagi.com)..........
......... ....

Sungguh Indah "Indonesia Tanpa Kampus".



Mari segenap tumpah darah masyarakat bangsa Indonesia dengan serentak mengheningkan cipta, rasa atas tragedi produk kampus gagal. Karena kampus telah menghasilkan para oknum dengan pandai menilep uang negara, padahal kampus diharapkan sebagai wadah perlawanan terhadap segala bentuk penyimpangan di bumi nusantara Indonesia.

Nah! kalau kondisi kampus terus dibiarkan tanpa di kritisi sedikitpun, tentu kampus akan berjalan sendiri tanpa perhatian masyarakat. Sehingga kontrol dari masyarakat dan para pengamat pendidikan di Indonesia sangat diperlukan sebagai bentuk membangun kampus yang lebih beradab dan jauh dari tindak segala penyimpangan.

Keberadaan kampus di bumi nusantara Indonesia mulai beberapa hari ini digegerkan atas dugaan para alumnus kampus yang terlibat dalam bentuk penyimpangan. Sungguh ini merupakan peristiwa yang sangat mengharukan bagi dunia kampus Indonesia. Mengingat kampus merupakan wadah menimba ilmu tidak sekedar permasalahan keahlian, tetapi kampus sudah semestinya mengajarkan tentang kejujuran dan bentuk moral lainnya. Namun sayang sebagian besar mafia yang terlibat dalam hal penyimpangan uang negara di dominasi dari para alumnus lembaga kampus di Indonesia.

Sungguh ironis kampus Indonesia sebagian telah menghasilkan para alumnus penghisap uang negara. Sehingga merugikan masyarakat bangsa Indonesia, kalau ini terus dibiarkan dalam tubuh sebuah bangsa, kemungkinan besar eksistensi bangsa akan lenyap ditelan masa tua, tentu ini merupakan peristiwa yang sangat memperihatinkan.

Situasi dan kondisi ini tidak boleh di biarkan terus menerus, apalagi diwariskan dari generasi kegenerasi. Karena, apabila tindak penyimpangan terhadap uang negara ini terus berlanjut, berarti kampus telah gagal menghasilkan alumnus yang selaras dengan hati masyarakat bangsa Indonesia.

Para petinggi bangsa Indonesia sebagian besar pernah mengenyam dunia kampus, tetapi sayang di antara mereka ada yang terlibat masalah korupsi dan kolusi, padahal para penyimpang uang negara itu produk kampus yang katanya putra terbaik bangsa Indonesia, tetapi dari mereka telah kehilangan mental kejujuran dan amanah dalam mengemban sebuah tugas kenegaraan.

Ironis memang lembaga kampus Indonesia yang sudah seharusnya mengajarkan sebuah nilai kejujuran dan amanah, tetapi dilapangan banyak alumnus kampus lebih jahat dibanding mereka yang tidak pernah mengenyam bangku kampus. Inilah tanda sebuah lembaga kampus yang dibangun dari keringat anak bangsa telah kehilangan ruh kemanusiaan, tetapi yang ada hanya sebatas kepentingan nafsu keserakahan, tentu dengan melihat kenyataan ini membuat pilu hati masyarakat bangsa Indonesia.

Melihat dari tulisan sederhana diatas, muncul sebuah pertanyaan dari hati yang paling dalam. Apakah benar manusia semakin bersekolah tinggi, maka mereka semakin jahat? Nah! inilah suatu pertanyaan sederhana yang terus menghinggapi dunia kampus saat ini. Karena kampus dengan gedung dari hasil keringat masyarakat yang sudah semestinya, untuk kepentingan masyarakat pada umumnya, tetapi malah menghasilkan produk korup yang jauh dari Nilai-nilai kemanusiaan.

Kemudian muncul sebuah pertanyaan lagi. Apakah ada yang salah dari materi kampus yang diajarkan? Kampus selalu mengajarkan sebatas materi perkuliahan, tetapi tidak pernah mengajarkan materi tentang makna sebuah kehidupan sesungguhnya. Sehingga disaat para alumnus keluar dari dunia kampus dan masuk dalam wilayah birokrasi negara. Para alumnus kampus belum siap mental kejujuran dan amanah saat ada uang pelicin. Nah! dari sinilah sudah ditebak, dengan membawa mental kejujuran dan amanah yang belum siap, mereka melakukan tindak makan uang haram secara individu maupun berjama'ah. Sehingga dalam mental mereka terdapat sebuah slogan "cara singkat kaya, tanpa kerja susah".

Nah! dengan melihat kondisi alumnus yang belum siap mental kejujuran dan amanah. Maka runtuhlah segala moral para alumnus kampus. Sehingga yang ada sebuah bentuk kegagalan lembaga kampus dalam mencetak generasi yang sanggup memegang amanah dan jujur dalam bekerja. Inilah catatan penting buat kampus di seluruh tanah air Indonesia, untuk terus mengajarkan sebuah makna kejujuran dan amanah dalam mengemban sebuah tugas, tidak hanya sebatas materi perkuliahan, tetapi tunjukkan pada mahasiswa, bahwa kejujuran dan amanah harus sejalan dengan kehidupan, bukan sebatas hitungan materi kuliah dan nilai yang bersumber pada Angka-angka.

Nah! kalau kampus tetap gagal mencetak manusia dengan tindak kejujuran dan amanah, maka bangsa Indonesia sungguh indah dikembalikan pada habitatnya semula, tentu dengan slogan sungguh indah "Indonesia tanpa kampus". Inilah slogan sederhana sebagai kritik konstruktif terhadap Kampus-kampus di Indonesia. Dan Allah maha bijaksana.

Salam dari kami Jejaring sosial kiber (www.kitaberbagi.com)..........
......... ....