EKSTRIMISME AGAMA

Munculnya ekstrimisme agama disebabkan adanya kepentingan politis dan dipengaruhi kondisi sosial yang memungkinkan terjadinya peristiwa tersebut, ada dua faktor yang menjadi penyebab terbesar ekstrimisme agama hadir dalam kehidupan beragama, pertama pemahaman tekstual yang kaku dan segala sesuatu di kembalikan pada teks-teks tanpa melihat kondisi yang ada, sehingga dapat dipastikan pemahaman agama akan berujung pemberhalaan terhadap teks, tidak disertai realitas yang terjadi dalam kehidupan masyarakat, padahal tidak selama kehidupan manusia ada dalam teks, sehingga yang ada pemaksaan dan terdapat kejanggalan (benturan yang tak kondusif) dalam fakta lapangan.

Kedua ekstrimisme kontekstual, yaitu menempatkan agama dengan cara mengkondisikan zaman, apabila tidak sesuai dengan keadaan saat ini, sudah dapat dipastikan reformasi tafsir akan dibedah sedemikian rupa, bahkan tidak menutup kemungkinan terjadinya revolusi tafsir dengan menyesuaikan kondisi kontemporer, sehingga yang ada pemaksaan tafsir yang cenderung kepentingan zaman, tanpa melihat substansi agama itu sendiri.

Perbedaan mengenai cara pandang agama ini, sudah terjadi sejak munculnya paham tasawuf yang cenderung menekankan pada aspek hakikat, sedangkan syari'ah yang lebih menekankan pada aspek fiqih, dari perbedaan cara pandang tersebut dapat mengakibatkan ekstrimisme, apabila tidak melihat ranah teks dan konteks secara tepat.

Sebenarnya ekstrimisme agama dapat dihilangkan ketika mampu mengkaji antara teks dan konteks secara fakta dan sesuai esensi agama itu sendiri, dan melihat ranah agama secara arif dan jauh dari persoalan kepentingan politis maupun aliran-aliran yang menjadi keyakinan pembenaran diri secara buta.

HUMANISME DENGAN AGAMA

Memanusiakan manusia selalu menjadi obrolan bagi para pelajar maupun masyarakat, sebab hubungan manusia dengan manusia harus berdasarkan nilai-nilai yang terkandung dalam kemanusiaan itu sendiri, bahkan agamapun memberikan kontribusi tentang kemanusiaan dalam pergaulan maupun dalam bentuk kepribadian diri dalam menyikapi berbagai permasalahan yang ada.

Humanisme merupakan pola pemikiran yang berusaha menempatkan manusia pada posisinya sebagai makhluk, sedangkan agama tidak hanya menekankan pada sisi kemanusiaan saja, tetapi dari sisi hubungan manusia dengan pencipta juga di bahas secara rinci, dari uraian di atas yang menjadi persoalan adakah benturan humanisme dengan agama? kalau di lihat dari pemikiran humanisme yang cenderung mengedepankan sistem sosial, sedangkan agama cenderung sisi religius yang mengedepankan hubungan manusia dengan Tuhan, walau di situ tidak menegasikan tentang hubungan manusia dengan manusia.

Di dalam humanisme ketika terjadi interaksi manusia dengan manusia, apabila saling menguntungkan itu termasuk salah satu nilai-nilai humanisme, sedangkan agama walaupun saling menguntungkan hubungan manusia dengan manusia, jika tak sesuai dengan hukum Tuhan tentu itu tidak dapat dikatakan nilai-nilai agama, tetapi lebih tepatnya penyimpangan agama.

Humanisme dan agama tentu berbeda, apabila melihat contoh diatas, walaupun tidak dipungkiri ada kesamaan antara humanisme dengan agama.

ISLAM DAN ALIRAN (kelompok-kelompok)

Banyak pendapat bahwa Islam itu satu tetapi fakta di lapangan Islam begitu kompleks sehingga terbentuk beragam interprestasi tentang Islam itu sendiri bahkan banyaknya aliran yang kurang sepaham dengan aliran lain seperti Qodariyah jabariyah sunni salaf kwarij mu tazilah murji ah dan aliran-aliran klasik lain.

Indonesiapun tak ketinggalan ada kelompok terbesar di dunia seperti muhammadiyah NU LDII Persis Masyumi dan lembaga-lembaga lain. sehingga menunjukkan bahwa Islam itu satu tetapi di dalam Islam itu sendiri terdapat kelompok-kelompok yang beragam.

Saat ini yang menjadi perbincangan hangat tentang lahirnya kelompok Jaringan Islam liberal jaringan Islam tradisional HTI dan Jama ah-jama ah lain. persoalan mendasar dari kelompok-kelompok Islam dalam menafsiri tentang cara pandang masyarakat dalam beragama yaitu: segala sesuatu yang ada dalam kehidupan masyarakat kita kembalikan dalam fitrahnya (Al-Qur an dan hadits) atau agama di kondisikan dengan zaman tetapi kitab suci tetap di jadikan sebagai rujukan.

Banyaknya pemahaman dalam Islam merupakan kekayaan bagi umat sehingga keberagaman tersebut merupakan rahmat dan dapat di jadikan sebagai bahan dalam menyikapi permasalahan ditengah-tengah kehidupan bermasyarakat.

MITOS TEKS DAN KONTEKS AGAMA

Sebenarnya agama itu suci (fitrah) ketika di tempatkan pada posisinya yaitu masih dalam wujud kitab suci, tetapi ketika sudah masuk keranah realitas banyak ternoda atau bisa di bilang kurang tepat dengan autentik agama itu sendiri, lalu bagaimana sebenarnya agama dalam menjalankan peran kehidupan, sebab agama merupakan wujud tertinggi kesucian, tetapi faktanya penganut agama masih dalam destruktif dengan banyaknya penyimpangan antara teks dan konteks, sebab kepentingan politis masih subur sebagai alat manusia untuk melanggengkan kekuasaan, yang menjadi pertanyaan besar adakah hubungan teks dan konteks yang tepat?..............atau mungkin kedua ini hanya mitos yang tak ada ujung ketemunya, yang konteks tak tepat dengan teks, sebaliknya yang teks ternoda adanya konteks.

Teks dan konteks adalah mitos terbesar saat ini yang sering mewarnai perdebatan baik di perguruan tinggi agama maupun disudut-sudut kota dan sudut-sudut desa dari zaman klasik sampai saat ini.