Soekarno merupakan Bapak Proklamator kemerdekaan bangsa Indonesia, dia juga termasuk penggali Nilai-nilai keberagaman dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sehingga Soekarno layak sebagai suri tauladan anak bangsa dalam menyikapi berbagai permasalahan bangsa Indonesia saat ini.
Cara pandang paradigma pemikiran Soekarno dalam menggali sebuah perbedaan ditengah-tengah kehidupan masyarakat, telah menghasilkan istilah yang kita kenal dengan falsafah "Bhinneka Tunggal Ika". Nah! falsafah inilah yang menjadi acuan segenap tumpah darah masyarakat bangsa Indonesia dari Sabang sampai Merauke.
Menyikapi sebuah keberagaman dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Maka istilah falsafah "Bhinneka Tunggal Ika" sebagai wajah meretas segala perbedaan dengan cara arif dan bijaksana disaat menghadapi berbagai perbedaan dalam tubuh bangsa Indonesia.
Soekarno dimasa kepemimpinan beliau mampu mewujudkan persatuan sebuah bangsa dengan berbagai perbedaan, baik perbedaan suku, agama, dan golongan. Bahkan Soekarno mampu menghasilkan sebuah persatuan tiga idiologi besar dalam wadah bangsa Indonesia dengan istilah Nasakom, Nasionalis, Agamis dan Komunis. tetapi dalam kelanjutan kedepan Komunis dianggap tidak dapat hidup berdampingan dengan Agamis dan Nasionalis. Karena di anggap melakukan aksi kudeta terhadap idiologi bangsa Indonesia. Sehingga komunis ditiadakan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
"Bhinneka Tunggal Ika" lahir dari proses menggali berbagai sebuah perbedaan menjadi satu kebersamaan melawan segala bentuk penyakit masyarakat, baik masalah korupsi, kolusi nepotisme, pencurian, perampokan, narkoba dan berbagai penyakit sosial lainnya. Sehingga falsafah " Bhinneka Tunggal Ika" sebagai acuan dalam mengemban tugas memberantas segala bentuk kedzaliman, baik yang dilakukan para pejabat negara, daerah dan berbagai elemen masyarakat Indonesia pada umumnya.
Sedangkan Gus Dur kita kenal sebagai tokoh yang menjunjung tinggi tenggang rasa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Bahkan Gus Dur berani menentang kemapanan di tengah carut marut kebangsaan dengan memberikan perlakuan khusus terhadap minoritas yang tertindas di kala itu. Sehingga keadilan disegala bidang harus segera tercipta sebagai pengejawantahan amanat Undang-undang 45, agar terjadi sebuah kesejahteraan disegala bidang kehidupan.
Sosok Soekarno dan Gus Dur merupakan suri tauladan anak bangsa dalam menyikapi sebuah perbedaan, agar terjadi paradigma dalam penyelesaian sebuah perbedaan secara santun, berani, tegas dan tanpa ragu dalam mengambil sikap. Inilah yang harus dicatat dalam jiwa masyarakat bangsa Indonesia, agar terjadi sebuah keseimbangan dalam menyelesaikan berbagai masalah kebangsaan.
Kebencian dan dendam hanya menambah daftar panjang konfliks tak berkesudahan, tetapi hukum harus tetap berjalan tanpa memandang status sosial. Sehingga tercipta sebuah keadilan dan menghasilkan harga diri yang bermartabat, baik ditingkat lokal, nasional maupun Internasional.
Berangkat dari gagasan Soekarno dan Gus Dur dalam menjunjung tinggi falsafah "Bhinneka Tunggal Ika" dan Nilai-nilai kemanusiaan, sudah semestinya ormas dilindungi diseluruh NKRI tanpa terkecuali, tanpa melihat ormas dari suku, agama, dan golongan apapun, agar tercipta duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi.
Gus Dur di masa kepemimpinan tidak ada niat sedikitpun membubarkan FPI. Bahkan Gus Dur menolak dengan tegas di saat ada usulan pembubaran kelompok Abu Bakar Ba' asyir yang di anggap sebagai teroris. Karena Gus Dur beranggapan, bahwa pembubaran Ormas bukan penyelesaian yang tepat, Karena boleh saja Ormas bubar di Indonesia, tetapi ajaran ormas yang di bubarkan tidak akan pernah padam dalam dada pengikut dan penganutnya.
Isu pembubaran FPI dengan melihat kaca mata paradigma Soekarno dan Gus Dur. Sudah jelas, bahwa beliau orang arif dan bijaksana dalam menyikapi segala bentuk perbedaan. Mengingat beliau tokoh besar dalam menjalankan falsafah "Bhinneka Tunggal Ika" dan menjunjung tinggi Nilai-nilai kemanusiaan, saling menghargai, tenggang rasa dan menghormati sesama anak bangsa. Sehingga menghasilkan paradigma pemikiran, bahwa pembubaran FPI bukan jalan yang tepat, Bahkan sebagai bentuk pelanggaran dari falsafah "Bhinneka Tunggal IKa" itu sendiri. Berangkat dari situlah sudah sepatutnya kita mengambil pelajaran dari cara pandang beliau dalam menyikapi sebuah perbedaan. Dan Allah maha pemurah lagi maha penyayang.
Salam dari kami Jejaring sosial kiber (www.kitaberbagi.com)................... .....
Cara pandang paradigma pemikiran Soekarno dalam menggali sebuah perbedaan ditengah-tengah kehidupan masyarakat, telah menghasilkan istilah yang kita kenal dengan falsafah "Bhinneka Tunggal Ika". Nah! falsafah inilah yang menjadi acuan segenap tumpah darah masyarakat bangsa Indonesia dari Sabang sampai Merauke.
Menyikapi sebuah keberagaman dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Maka istilah falsafah "Bhinneka Tunggal Ika" sebagai wajah meretas segala perbedaan dengan cara arif dan bijaksana disaat menghadapi berbagai perbedaan dalam tubuh bangsa Indonesia.
Soekarno dimasa kepemimpinan beliau mampu mewujudkan persatuan sebuah bangsa dengan berbagai perbedaan, baik perbedaan suku, agama, dan golongan. Bahkan Soekarno mampu menghasilkan sebuah persatuan tiga idiologi besar dalam wadah bangsa Indonesia dengan istilah Nasakom, Nasionalis, Agamis dan Komunis. tetapi dalam kelanjutan kedepan Komunis dianggap tidak dapat hidup berdampingan dengan Agamis dan Nasionalis. Karena di anggap melakukan aksi kudeta terhadap idiologi bangsa Indonesia. Sehingga komunis ditiadakan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
"Bhinneka Tunggal Ika" lahir dari proses menggali berbagai sebuah perbedaan menjadi satu kebersamaan melawan segala bentuk penyakit masyarakat, baik masalah korupsi, kolusi nepotisme, pencurian, perampokan, narkoba dan berbagai penyakit sosial lainnya. Sehingga falsafah " Bhinneka Tunggal Ika" sebagai acuan dalam mengemban tugas memberantas segala bentuk kedzaliman, baik yang dilakukan para pejabat negara, daerah dan berbagai elemen masyarakat Indonesia pada umumnya.
Sedangkan Gus Dur kita kenal sebagai tokoh yang menjunjung tinggi tenggang rasa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Bahkan Gus Dur berani menentang kemapanan di tengah carut marut kebangsaan dengan memberikan perlakuan khusus terhadap minoritas yang tertindas di kala itu. Sehingga keadilan disegala bidang harus segera tercipta sebagai pengejawantahan amanat Undang-undang 45, agar terjadi sebuah kesejahteraan disegala bidang kehidupan.
Sosok Soekarno dan Gus Dur merupakan suri tauladan anak bangsa dalam menyikapi sebuah perbedaan, agar terjadi paradigma dalam penyelesaian sebuah perbedaan secara santun, berani, tegas dan tanpa ragu dalam mengambil sikap. Inilah yang harus dicatat dalam jiwa masyarakat bangsa Indonesia, agar terjadi sebuah keseimbangan dalam menyelesaikan berbagai masalah kebangsaan.
Kebencian dan dendam hanya menambah daftar panjang konfliks tak berkesudahan, tetapi hukum harus tetap berjalan tanpa memandang status sosial. Sehingga tercipta sebuah keadilan dan menghasilkan harga diri yang bermartabat, baik ditingkat lokal, nasional maupun Internasional.
Berangkat dari gagasan Soekarno dan Gus Dur dalam menjunjung tinggi falsafah "Bhinneka Tunggal Ika" dan Nilai-nilai kemanusiaan, sudah semestinya ormas dilindungi diseluruh NKRI tanpa terkecuali, tanpa melihat ormas dari suku, agama, dan golongan apapun, agar tercipta duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi.
Gus Dur di masa kepemimpinan tidak ada niat sedikitpun membubarkan FPI. Bahkan Gus Dur menolak dengan tegas di saat ada usulan pembubaran kelompok Abu Bakar Ba' asyir yang di anggap sebagai teroris. Karena Gus Dur beranggapan, bahwa pembubaran Ormas bukan penyelesaian yang tepat, Karena boleh saja Ormas bubar di Indonesia, tetapi ajaran ormas yang di bubarkan tidak akan pernah padam dalam dada pengikut dan penganutnya.
Isu pembubaran FPI dengan melihat kaca mata paradigma Soekarno dan Gus Dur. Sudah jelas, bahwa beliau orang arif dan bijaksana dalam menyikapi segala bentuk perbedaan. Mengingat beliau tokoh besar dalam menjalankan falsafah "Bhinneka Tunggal Ika" dan menjunjung tinggi Nilai-nilai kemanusiaan, saling menghargai, tenggang rasa dan menghormati sesama anak bangsa. Sehingga menghasilkan paradigma pemikiran, bahwa pembubaran FPI bukan jalan yang tepat, Bahkan sebagai bentuk pelanggaran dari falsafah "Bhinneka Tunggal IKa" itu sendiri. Berangkat dari situlah sudah sepatutnya kita mengambil pelajaran dari cara pandang beliau dalam menyikapi sebuah perbedaan. Dan Allah maha pemurah lagi maha penyayang.
Salam dari kami Jejaring sosial kiber (www.kitaberbagi.com)................... .....
0 komentar:
Posting Komentar